Oleh Muhammad Alief Andri dan Ferdinal
Timothy John Winton, dikenal sebagai Tim Winton, adalah seorang penulis Australia yang lahir pada 4 Agustus 1960 di Perth, Australia.
Dia telah menulis beberapa novel untuk orang dewasa dan anak-anak. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam 28 bahasa.
Lanskap pesisir dan lokasi Australia Barat khususnya adalah sumber inspirasi utama Winton. Ia pernah berkata “Latar tempat itu diutamakan. Jika tempat itu tidak menarik bagi saya maka saya tidak dapat merasakan apa pun di dalamnya.”
Bagi Winton, yang menggambarkan seluruh hidupnya sebagai “sejenis improvisasi,” hidup dadakan seperti itu adalah hal umum. “Saya tidak pernah tiba di tempat kerja dengan skenario atau daftar tugas. Saya selalu menjadi salah satu dari orang-orang yang harus berkarier dengan mengeluarkan segala sesuatu dari otak mereka,” ujarnya.
Ia bercita-cita menjadi seorang penulis sejak berusia 10 tahun. Setelah itu, dia belajar menulis kreatif di Western Australian Institute of Technology.
Pada usia 19, ia mulai menulis novel pertamanya, An Open Swimmer (1982). Sejak itu, ia telah menjadi penulis penuh waktu dan telah memenangkan Penghargaan Sastra Nasional Australia/Vogel.
Tentu saja, keberhasilannya yang luar biasa telah mengurangi tekanan dari kehidupan seperti itu akhir-akhir ini. Winton adalah novelis Australia terkemuka pada masanya, dengan sepuluh buku dan banyak cerita pendek, empat hadiah Miles Franklin, dan dua nominasi Booker Prize.
Wajah Winton akan terukir di batu di samping Patrick White dan George Johnston, jika Ozlit memiliki Gunung Rushmore. Terlepas dari semua penghargaan yang dia terima – Harta Karun Nasional, Medali Centenary untuk Sastra – Winton tetap menjadi seorang hippie, tidak sempurna dan selalu fresh.
Usaha yang ia lakukan hingga dapat meraih kesuksesan yang banyak tersebut. Antara lain adalah kegigihan dalam menulis. Menjadi penulis sudah menjadi cita-citanya sejak kecil, itu menjadi dorongan bagi Tim Winton untuk menjadi salah satu penulis terbaik asal Australia.
Ditengah kesibukan kehidupannya yang saat itu masih menjadi mahasiswa, dia masih menyempatkan dirinya untuk menulis buku yang bahkan memenangkan salah satu penghargaan terbaik Australia.
“Menulis buku sama seperti berselancar,” kata Winton, “Anda menghabiskan sebagian besar waktu Anda untuk menunggu. Menunggu di dalam air yang sangat nyaman. Namun, Anda mengantisipasi bahwa hasil badai yang melintasi cakrawala di zona waktu lain, yang umumnya berumur beberapa hari, akan muncul dalam wujud gelombang.
“Ketika mereka tiba, Anda berbalik dan mengendarai antusiasme itu sampai ke pesisir pantai. Merasakan momentum itu adalah hal yang luar biasa. Ini juga tentang keanggunan, jika Anda beruntung. Sebagai seorang penulis, Anda bangun setiap hari dan duduk di depan komputer, berharap sesuatu yang menarik akan muncul di cakrawala. Kemudian, dalam kedok sebuah dongeng, Anda berbalik dan mengendarainya.”
Usaha Winton dalam menekuni dunia tulis-menulis membuahkan hasil yang sangat luar biasa, ia mendapatkan banyak penghargaan dan apresiasi yang lebih banyak lagi dari para pembaca setia novel-novelnya. Bahkan ada novelnya yang diadaptasi menjadi film, itu merupakan salah satu wujud apresiasi terbesar yang dapat diterima oleh penulis. Dr. Jules Smith dari Dewan Inggris pernah menulis pendapatnya tentang Winton,
“Karya-karyanya kadang-kadang parau dan puitis, hangat dalam penggambaran kehidupan keluarga tetapi dengan orang-orang yang harus sering berada dalam keadaan krisis untuk menemukan diri mereka sendiri. Mereka memiliki rasa keindahan khas Australia; mereka sering dibumbui dengan idiom vernakular Australia dan banyak keterusterangan emosional. Mereka mempertanyakan panutan macho (buku-bukunya penuh dengan wanita kuat dan pria yang tidak bahagia) dan bersedia mempertaruhkan kredibilitas realis mereka dengan akhiran yang ambigu, visioner.”
Ardhika Nurhandi, salah satu mahasiswa jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas memiliki pendapat tentang kegigihan sang penulis dalam berusaha dan juga menunjukkan ketertarikan kepada novel-novel yang sudah diterbitkan oleh Tim Winton, terutama Cloudstreet.
“Usaha Tim Winton memang patut diacungi jempol, dapat menerbitkan novel pada usia 19 tahun sangatlah luar biasa. Novel-novel Tim Winton juga terlihat sangat menarik, terutama Cloudstreet, kisah keluarga yang berusaha memperbaiki kehidupan mereka terdengar sangat menarik. Saya akan mencoba untuk membacanya apabila diberi kesempatan.”
Winton adalah seorang yang eksentrik, bahkan diantara penulis. Dia tidak tertarik pada iklan. Dia juga tidak mengungkapkan nama atau lokasi pasti dari kampung halamannya.
“Kampung halamanku itu adalah desa nelayan kecil di Midwest. Hanya ada 450 sampai 600 orang. Begitu sedikit sehingga begitu orang mengetahuinya, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Dan itu bagus karena tidak ada yang peduli siapa saya. Saya tidak pernah membaca buku saya dan pergi bergaul dengan orang-orang yang tidak peduli.”
Tim Winton pernah berkata “Kebebasan dan ruang berasal dari keheningan.” “Saya bebas membuat keputusan sendiri.” Anda bukan anggota sekolah menulis atau berpikir. Bahkan di Sydney pada 1980-an, selalu mungkin untuk mengetahui apakah sebuah buku telah menghilang karena makan siang yang sangat panjang. Itu tidak pernah terjadi pada saya karena saya tinggal tanpa apa-apa. “Apakah itu untuk kepentinganku sendiri?”