Guru Bagaikan Santan Kelapa

oleh

Oleh : Feri Fren (Widyaprada BBPMP Sumbar)

Siapa yang tidak kenal dengan santan kelapa, terutama kaum ibu. Tanpa adanya santan kelapa kita tidak akan bisa membuat dan menikmati gulai dengan aroma yang harum dengan cita rasa yang sangat lezat.

Bahkan rendang yang menjadi makanan terlezat nomor satu di dunia pun tidak bisa dibuat tanpa adanya santan kelapa. Apabila santan kelapa digunakan untuk menggulai daging, lalu gulai dagingnya enak, yang selalu disebut orang adalah enaknya gulai daging.

Demikian juga apabila santan kelapa digunakan untuk menggulai ikan. Ternyata gulainya juga enak, yang disebut orang juga enaknya gulai ikan.

Tapi sebaliknya ketika gulainya tidak enak, yang sering dipersalahkan adalah santan kelapanya. Ada yang mengatakan dalam bahasa Minang “gulai pacah santan” atau “santan yang masam”.

Tidak pernah daging atau ikan yang disalahkan. Padahal kalaulah tidak ada santan, daging dan ikan tadi tidak akan enak bila digulai dan dimakan.

Begitu juga halnya dengan nasib guru di sekolah. Mereka tak ubahnya seperti santan kelapa tadi. Ketika seorang peserta didik berhasil dan memperoleh prestasi bagus di sekolahnya, masyarakat akan bertanya, anak siapa itu, benar-benar hebat dia.

Orang tuanya memang pintar dan selalu memperhatikan serta mengarahkan anaknya untuk belajar. Sebaliknya ketika seorang peserta didik memperoleh prestasi yang jelek, ditambah lagi dengan sikap yang tidak sesuai dengan karakter yang diinginkan, maka akan muncul pertanyaan siapakah guru yang mengajarnya.

Tidak adil rasanya, kalaulah kita mengetahui betapa besar dan beratnya tugas seorang guru. Pastilah kita tidak akan berkata seperti itu.

Tugas guru di sekolah tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan melatih peserta didik. Agar mereka menjadi generasi yang berkualitas.

Mari kita perhatikan bagaimana budaya orang jepang dalam hal menghargai guru. Bila mereka bertemu dengan guru, selalu membungkukkan badan dan menunjukkan salam hormat.

Hal ini juga ditunjukkan oleh sikap pemimpin Jepang pasca di bomnya kota Hiroshima dan Nagasaki oleh tentara sekutu. Kepada bawahannya dia menanyakan berapa orang guru kita yang meninggal dunia dan berapa lagi yang masih tersisa.

Dia tidak menanyakan berapa banyak aset-aset fisik negara yang hancur. Begitulah betapa besarnya nilai dan arti seorang guru bagi mereka.

Sudah sepantasnya Jepang menjadi negara yang maju dan makmur. Walaupun harta benda dan bangunan mereka telah hancur. Bagi mereka kalau guru masih ada, akan bisa mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Untuk membangun negara Jepang menjadi negara yang maju di kemudian hari.

Apabila hal ini dikaitkan dengan hasil penelitian bank dunia terhadap 150 negara yang ada di dunia. Ada empat faktor yang mempengaruhi keunggulan suatu negara.

Pertama inovasi (45%), kedua jaringan kerja (25%), ketiga teknologi (20%) dan yang keempat sumber daya alam (10%).

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa sumber daya alam hanya berperan 10%, sementara yang 90% lagi di tentukan oleh kualitas sumber daya manusianya.

Tugas utama guru dalam menciptakan sumber daya manusia tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009. Kesemuanya itu dibungkus dalam bingkai merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

Jika kesemuanya itu terlaksana dengan baik, maka akan muncullah guru yang profesional untuk menciptakan generasi yang berkualitas.

Dalam hal merencanakan pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan kurikulum, memilih media dan model pembelajaran yang cocok untuk suatu materi ajar. Agar peserta didik mengerti dan bisa memahami konsep-konsep yang diajarkannya. Sebagai acuannya, seorang guru harus memperhatikan standar proses.

Dalam proses pembelajaran, guru harus bisa memberikan contoh yang kontekstual dalam kehidupan nyata peserta didik. Hal itu perlu dilakukan. Agar peserta didik bisa lebih memahami bentuk realnya. Sehingga belajar tidak hanya menghayal seperti berada dalam dunia fantasi.

Untuk itu berbagai peralatan dan media pembelajaran perlu dibuat dan dibawa oleh guru masuk ke dalam kelas untuk mengajar. Kesemuanya itu dilakukan dengan tujuan agar peserta didik bisa memahami konsep yang diajarkan dengan jelas.

Selama proses pembelajaran berlangsung, guru menggunakan pula berbagai macam strategi, metode dan model pembelajaran yang sesuai. Semua itu dilakukan agar peserta didik yang semulanya tidak mengerti terhadap suatu konsep materi pelajaran menjadi mengerti dan bisa memahaminya.

Didalam kelas guru dihadapkan lagi dengan berbagai macam persoalan mengenai perilaku dan karakter peserta didik. Dengan penuh kesabaran guru selalu berusaha untuk mengatasinya.

Guru juga manusia biasa, mengolah peserta didik berbeda dengan mengelola benda mati. Apalagi peserta didik yang dikelola dalam satu kelas dengan jumlah yang banyak. Kalaulah kita memahami betapa beratnya pekerjaan seorang guru, pastilah semua kita akan membantu dan menghargai guru.

Secara fitrah bisa kita terima, guru sangat lelah di dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Belum lagi diera sertifikasi, seorang guru harus melakukan tugas wajib mengajar 24 jam.

Kalau tidak cukup 24 jam mengajar di sekolah induk, guru harus mencarinya pula ke sekolah lain yang kadangkala memiliki jarak yang jauh dari tempat tinggal dan sekolah induknya.

Tugas-tugas tambahan lain yang harus dikerjakan gurupun ikut menghadang, seperti melaksanakan tugas sebagai wakil kepala sekolah, guru penggerak, pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau komunitas belajar, wali kelas, pembina osis, guru piket dan lain sebagainya, betapa lelahnya menjadi seorang guru.

Belum cukup dengan semua itu, setelah proses pembelajaran berlangsung, tugas guru yang lain dilanjutkan dengan melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi peserta didik dalam bentuk ulangan dan ujian.

Hasil ulangan dan tugas-tugas diolah untuk bisa memperoleh gambaran seberapa besar daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Pada akhirnya diperolehlah hasil yang dapat membedakan mana peserta didik yang telah tuntas dan mana yang belum.

Sebagai tindak lanjut, bagi peserta didik yang belum tuntas guru melakukan program perbaikan sampai mereka tuntas. Kegiatan yang dilakukan dengan cara mengajarkan kembali materi pelajaran yang belum tuntas itu dengan cara yang berbeda dan mengujinya kembali sampai peserta didik tuntas.

Tidak bisa sekali mungkin dua kali atau bisa lebih, itulah yang selalu dilakukan oleh guru dalam rangka mencapai ketuntasan belajar peserta didik.

Bagi peserta didik yang telah tuntas, masih dilakukan program pengayaan. Jelaslah bagi kita disini betapa berat dan mulianya tugas seorang guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kalaulah semua kita bisa memahami dan menyadarinya, maka sudah sepantasnya kita menghargai guru yang keberadaannya tidak lagi bagaikan santan kelapa.

Selamat Hari Guru Nasional. Guru Hebat, Indonesia Kuat.

Menarik dibaca